Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Sebanyak 72 orang anggota Bawaslu Provinsi terpilih masa jabatan 2017 – 2022 dari 24 provinsi dilantik dan diambil sumpah/janjinya oleh Ketua Bawaslu RI Abhan, Rabu (20/9) di Crowne Hotel Jakarta.
Acara pelantikan tersebut dihadiri Ketua MPR RI, Ketua Komisi II DPR RI, Anggota KPU RI, Ketua dan Anggota DKPP, Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Polri, Gubernur Provinsi Maluku, seluruh anggota Bawaslu RI dan Bawaslu Provinsi masa jabatan 2012-2017, dan Sekretaris Jenderal Bawaslu.
Dalam sambutannya Abhan mengatakan bahwa proses seleksi dalam pembentukan Bawaslu Provinsi tersebut dilakukan dengan serangkaian proses panjang dan merupakan terobosan baru.
Sebagai upaya membangun kepercayaan publik, Bawaslu melakukan proses seleksi secara transparan dengan membentuk tim seleksi dengan penuh kehati-hatian. Jika tidak, maka potensi masalah akan muncul di kemudian hari.
Terobosan lain yang dilakukan Bawaslu untuk menjaga integritas dan obyektifitas proses adalah dengan melakukan seleksi tes tertulis dengan sistem Computer Asissted Test (CAT). Selain menilai kemampuan dan pengetahuan kepemiluan, Tim Seleksi juga melakukan penilaian terhadap pengalaman kepemiluan dan aspek pendidikan para peserta.
Selain itu, untuk melakukan tes kesehatan dan psikologi, Bawaslu bekerjasama dengan Mabes Polri sebagai salah satu pihak yang punya kompetensi. ” sekali lagi, ini adalah upaya untuk menyambut dan menghadapi serangkaian tantangan pemilu ke depan”, ujar Abhan.
Abhan juga menjelaskan tantangan dan rintangan baru kepada anggota Bawaslu yang telah dilantik bahwa penyelenggaraan Pemilu mendatang adalah Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden tahun 2019 akan dilakukan secara bersamaan sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.
“Tantangan tersebut menjadi Warning bagi Bawaslu untuk melakukan persiapan-persiapan instensif untuk keberhasilan Pemilu ke depan. Bawaslu dan jajaran harus betul-betul siap menghadapi tanbtangan tersebut”, tutur dia.
Tantangan lain yang bakal dihadapi Bawaslu Provinsi terpilih adalah bertambahnya “actor politik” yang terlibat sebagai implikasi penyelenggaran Pemilu secara bersamaan. Secara teknis tentu ini adalah tantangan bagaimana Bawaslu mengelola sumber daya pengawasan sehingga dapat menjangkau tidak saja pada aspek luas geografis tapi juga banyaknya para pihak yang terlibat dalam Pemilu.
Dari aspek pemilih, lanjut dia, masih rentan terjadinya “politik uang”. Perilaku ini dapat merusak integritas pemilu dan ini jadi tantangan Bawaslu agar memperkuat posisi pemilih dan membangun kesadaran masyarakat agar memiliki kemampuan serta berani menolak politik uang.
Untuk menghadapi serangkaian tantangan tersebut, kata Abhan, Bawaslu telah melakukan persiapan, diantaranya telah membentuk Panwas Kabupaten/Kota. Dengan pembentukan Pengawas Pemilu secara tepat waktu, pengawasan dapat dilakukan terhadap pelaksanaan tahapan-tahapan awal Pemilu dan Pilkada tahun 2018.
Keberadaan lembaga Panwas Kabupaten/Kota yang sebelumnya ad hoc menjadi permanen (masa kerja 5 tahun), kewenangan memberikan akreditasi terhadap pemantau Pemilu dan kewenangan memutus pelanggaran administrasi Pemilu tentu ini menjadi modal besar bagi Bawaslu ke depannya, terangnya.
Sumber : Bawaslu