Scroll Top

Berkolaborasi Mengawal Pemilu

rofiudin

rofiudin

PEMILU 2019 sudah ada di depan mata. Berbagai isu, wacana dan polemik mengenai kontestasi ataupun penyelenggaraan sudah banyak mencuat. Para penyelenggara pemilu juga sudah menyiapkan berbagai instrumen mulai dari soal tekhnis, konseptual hingga aturan-aturannya.

Saat ini, beberapa tahapan Pemilu 2019 sudah ada yang dilakukan, seperti pendaftaran calon presiden, pendaftaran calon legislatif di masing-masing tingkatan, dan Dewan Perwakilan Daerah; proses penyusunan daftar pemilih; penyusunan berbagai peraturan KPU dan lain-lain.

Meski belum masa kampanye, para peserta pemilu, baik partai politik, calon legislatif, calon DPD dan calon presiden/wakil presiden juga sudah terendus melakukan berbagai gerakan dan manuver agar mendapatkan dukungan. Bagi mereka, pemilu adalah ajang pertandingan yang tak boleh dilewatkan begitu saja.

Pemilu menjadi arena untuk mempertahankan atau merebut kekuasaan di pemerintahan. Karena menjadi arena pertarungan itulah, terkadang pemilu selalu dibayangi dengan potensi berbagai pelanggaran, kecurangan hingga konflik. Meskipun, pemilu bukan hanya terkait dengan menang-kalah, tapi pemilu juga tentang koalisi, strategi, daya tahan, arena pertunjukan hingga soal eksistensi diri dan kelompok.

Pelanggaran pemilu tak mesti hanya dilakukan oleh peserta pemilu, tapi juga oleh penyelenggara pemilu, bahkan masyarakat pada umumnya. Pelanggaran itu tak hanya terkait dengan pelanggaran administrasi semata, tetapi terkadang juga sudah masuk pada ranah pidana. Lihat saja selama ini, pelaksanaan pemilu selalu diliputi berbagai pelanggaran.

Pelanggaran pemilu juga selalu berevolusi dalam berbagai bentuk. Mulai dari tahapan awal hingga berakhirnya pemilu bisa ada potensi pelanggaran, mulai dari penyusunan daftar pemilih, hak suara, masa kampanye, politik uang, logistik pemilu, isu SARA, politik identitas, informasi propaganda yang mengandung unsur hoaks dan fake news, manipulasi hasil perhitungan cepat, perhitungan di tempat pemungutan suara dan lainlain.

 Ancam Integritas

Padahal pelanggaran/kecurangan itulah yang akan merusak proses pemilu. Pelanggaran itu bisa mendegradasi kualitas pemilu. Pelanggaran pemilu itu juga akan mengancam integritas hasil pemilu. Bagi masyarakat, pemilu juga merupakan momentum yang amat strategis. Pemilu adalah instrumen legal untuk menyiapkan masa depan pemerintahan. Melalui pemilu, masyarakat bisa ikut melakukan berbagai evaluasi.

Sebab, sekali lagi, pemilu adalah momentum untuk membentuk ”penguasa” di pemerintahan. Sementara pemerintahan itulah yang akan membuat berbagai kebijakan yang diterapkan ke publik. Momentum pemilu tak boleh dianggap sebagai ritual rutinitas demokrasi. Pemilu jangan hanya dipahami lima menit di tempat pemungutan suara (TPS). Pemilu jangan hanya ditafsiri untuk pelaksananaan proseduralnya.

Pemilu adalah momentum yang hanya datang lima tahun sekali. Sebelum hari pencoblosan harus ada pengawasan dan pengawalan pemilu secara bersama-sama. Bawaslu memang menjadi lembaga yang secara sah mengawasi pemilu. Mereka punya jajaran hingga ke desa dan pengawas TPS. Tapi, tetap saja Bawaslu memiliki berbagai keterbatasan.

Sebab, potensi pelanggaran pemilu itu bisa terjadi di mana saja, kapan saja dan dilakukan siapa saja. Dalam situasi seperti itu, sudah sepatutnya jika publik ikut berkolaborasi mengawasi pelaksanaan pemilu. Sebenarnya tak hanya karena soal keterbatasan Bawaslu. Lebih dari itu, pelibatan publik mengawal pemilu juga memiliki berbagai dampak strategis dan positif.

Dalam negara demokrasi, instrumen pelaksanaan pemilu tak hanya melibatkan penyelenggara pemilu tapi harus melibatkan masyarakat sipil. Mereka harus ikut bersamasama berperan untuk memastikan pelaksanaan pemilu berlangsung jujur, adil dan bersih. Publik memiliki hak untuk ikut mengonsumsi substansi demokrasi, tidak hanya dalam ranah prosedural saja.

Bawaslu Jawa Tengah yang diberi mandat mengawasi pemilu akan membuka diri seluas-luasnya demi munculnya keterlibatan publik. Bawaslu Jawa Tengah juga menggelar karpet merah kepada kelompok masyarakat sipil yang ingin menjadi pemantau pemilu. (34)

Rofiuddin, anggota Bawaslu Jawa Tengah

 

sumber : www.suaramerdeka.com

Leave a comment

Skip to content