Scroll Top

OPINI: Refleksi Penegakan Hukum Pilkada 2018

naya amin zaini

Oleh: Naya Amin Zaini

(Anggota Bawaslu Kota Semarang).

 

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah tahun 2018 yang dilaksanakan pada tanggal 27 Juni 2018 merupakan salah satu mandat dari Pemilihan Kepala Daerah yang bersifat serentak pada putaran ke-3 (tiga), dengan diikuti sebanyak 171 daerah se-Indonesia. Amanat pelaksanaan Pilkada serentak sebagaimana dalam Pasal 201 ayat (1), (2), (3), (4) Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2016 perubahan UU No. 8 Tahun 2015 perubahan UU No. 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, yang dilaksanakan secara serentak. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang tersebut, adanya PKPU No. 1 Tahun 2017 yang mengatur tahapan, jadwal, program Pemilihan. Dalam konteks ini, Provinsi Jawa Tengah bagian dari mempunyai hajatan Pemilihan Kepala Daerah 2018, serta Kota Semarang menjadi salah satu tempat yang dinamis dalam pelaksanaan Pilgub Jateng dan dinamis untuk menangani pelanggaran pemilihan.

Kondisi realitas di Kota Semarang dalam pengawasan pemilihan kepala daerah (Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur) pada tahun 2018 memiliki pengalaman menarik. Kota semarang yang berjumlah 16 (enam belas) Kecamatan memang memiliki jumlah yang sangat signifikan. Ada ungkapan menyatakan bahwa Kota yang berasa Kabupaten. Kota Semarang yang memiliki jumlah Kelurahan sebanyak 171 Kelurahan. Kota sebagai ibukota Jawa Tengah, banyak terdapat tempat pemerintahan setingkat Provinsi, Kota yang terdapat banyak tokoh tingkat Provinsi / daerah, fasilitas Pendidikan, Cagarbudaya, pemerintahan. Pilgub Jateng 2018 di Kota Semarang memiliki jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kota Semarang sebanyak 1.114.643 pemilih, dengan partisipasi pemilih mencapai 72,80 %. Memiliki jumlah TPS sebanyak 2.810 buah, pada masa kampanye dapat menertibkan APK-BK sebanyak 402 buah. Banyaknya actor –aktor pelaku pelanggar yang berasal dari Kab/Kota dari luar daerah, yang kemudian melakukan konsolidasi di Kota Semarang.

Teori tentang faktor penegakan hukum, terkhusus juga hukum kepemiluan yang tidak beda dengan penegakan hukum (law enforcement) dalam ranah bidang hukum yang lainnya. Teori yang akan digunakan berasal dari tokoh hukum bernama Soerjono Soekanto (2016 : 90), teori sebagai alat untuk mengalanisis terhadap tingkat mempengaruhi penegakan hukum, sebagai berikut : (1) Regulasi, (2) Institusi, (3). Fasilitasi, (4). Budaya masyarakat. Berikut narasi teori tersebut (1) Regulasi, hal ini dimaksudkan substansi (isi) aturan hukum sejauh mana singkron, hamonis, baik dan tidak jahat. Singkron adalah tidak berbenturan dengan aturan diatas, harmonis tidak bertentangan dengan aturan lainnya, baik adalah tata tulis (draf) yang memadai, tidak jahat adalah tidak memiliki niat destruktif. (2) Institusi, dalam hal ini dikaitkan dengan lembaga – lembaga yang memiliki kewenangan dalam penegakan hukum, dalam konteks kepemiluan maka lembaga yang terkait adalah Bawaslu, Kepolisian, Kejaksaan, yang tergabung dalam Sentra Gakkumdu Pemilu. Institusi yang tergabung dalam penertiban APK-BK (KPU, Polres, Dishub, Distaru, Disperkim, Kesabangpol, Satpol PP). (3) Fasilitasi, dalam hal ini dimaksudkan sarana pra sarana, baik yang bersifat soft ware (sistem IT, web, file, dll), maupun hard ware (tempat dan perlengkapan yang mendukung). (4) Budaya Masyarakat, hal ini dimaksudkan sebagai kepedulian dan dorongan kuat masyarakat untuk berani mengatakan tidak terhadap potensi pelanggaran maupun hal yang jelas terhadap pelanggaran, adanya kesadaran penuh untuk mengawal hak pilih, adanya keberanian untuk menyampaikan / melapor yang sekiranya menyimpang.

Berikut beberapa tantangan dan evaluasi Pilkada 2018 yang dikaitkan dengan faktor–faktor yang dapat mempengaruhi penegakan hukum (law enforcement), yakni :

  1. Regulasi (peraturan perundang – undangan)

Memang secara regulasi bahwa pengaturan pemilihan kepala daerah pada tahun 2018 yang bersifat seretak, dengan diikuti sejumlah 171 daerah se Indonesia. Secara umum sudah berjalan sudah “baik / lumayan” sebagaimana jadwal, tahapan, program. Namun secara spesifik (partikularitas) dan implementasi Pilkada terhadap masing – masing daerah juga mengalami fenomena dan tantangan tersendiri.

Aspek regulasi penanganan pelanggaran sebagaimana dalam Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2016, dalam Pasal 135 ayat (1) berbunyi “laporan pelanggaran pemilihan yang merupakan, a. pelanggaran kode etik diteruskan Bawaslu ke DKPP, b. pelanggaran administrasi diterukan Bawaslu ke KPU, c. penyelesaian sengketa diselesaikan oleh Bawaslu, d. pelanggaran pidana diterukan ke kepolisian”. Dengan Pasal 135 ayat (1) tersebut maka lahirlah peraturan pelaksana dalam bidang penanganan pelanggaran. Perbawaslu Nomor 14 Tahun 2017 tentang laporan dan / atau temuan dalam penanganan pelanggaran. Laporan dapat dilakukan 7 (tujuh) hari sejak kejadian, sedangkan temuan dapat diproses 7 (tujuh) hari sejak diketemukan pelanggaran hukum oleh Pengawas Pemilu.

Setelah itu, maka Panwas dapat melakukan kumpulkan bukti, klarifikasi, kajian hukum, pleno maximal 3 hari jika perlu tambahan maka dapat ditambah 2 hari, sehingga maximal 5 hari. Dari hasil kajian tersebut ternyata mengandung pelanggaran administrasi maka direkomkan ke KPU dan jajarannya. Jika hasil kajian tersebut menyangkut sengketa proses pemilihan maka selanjutnya, menggunakan payung hukum perbawaslu nomor 15 tahun 2017 tentang penyelesaian sengketa proses pemilihan. Jika hasil kajian tersebut mengandung pelanggaran tindak pidana maka menggunakan payung hukum yakni peraturan bersama ketua Bawaslu RI nomor 14 tahun 2016, kepala kepolisian republik Indonesia nomor 1 tahun 2016, jaksa agung republik Indonesia nomor 13 tahun 2016 tentang sentra gakkumdu pemilihan. Jika hasil kajian hukum mengandung pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu maka menggunakan payung hukum peraturan DKPP nomor 2 tahun 2017.

Memang kita mengakui bahwa produk hukum apapun tidak akan sempurna. Begitupula regulasi dalam bidang kepemiluan (pemilihan), yang akan digunakan dalam rangka penegakan hukum. Ketidaksempurnaan (celah – celah) hukum masih diketemukan dibeberapa tempat regulasi, baik didalam Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2016 maupun dalam PKPU No. 4 Tahun 2017 tentang Kampanye. Berikut beberapa celah hukum yang terdapat dalam regulasi pemilihan, dibawah ini:

  • UU No. 1 Tahun 2015, Pasal 187 ayat (3) berbunyi “setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan kampanye pada pemilihan Bupati atau walikota sebagaimana larangan pada pasal 69 pada angka g, h, I, j akan diancam pidana minimal 1 bulan dan maksimal 6 bulan dan / atau denda minimal 100.000,- maksimal 1.000.000,-.

Pasal diatas adalah masih adanya kekurangan subyek hukum Gubernur dan Wakil Gubernur. Oleh karena itu, pasal tersebut tidak bisa digunakan untuk menjerat pelanggaran yang diatur dalam pasal 69 huruf g, h, i, j. karena memang subyek hukum yang tidak diatur dalam Pemilihan Gubernur Jawa Tengah 2018.

  •  UU No. 1 Tahun 2015, Pasal 69 pada huruf : (f).berbunyi “mengancam DAN menganjurkan kekerasan…” (h). berbunyi “menggunakan fasilitas Negara DAN anggaran pemerintah DAN pemerintah daerah” (i) Berbunyi “menggunakan tempat ibadah DAN tempat pendidikan”

Pasal 69 huruf f, h, i, menggunakan diksi hukum dengan kata “DAN”. Hal tersebut sangat berkaitan dengan penegakan hukum. Kata “DAN” adalah bersifat akumulatif. Dalam perspektif tindak pidana pemilu oleh pengklarifikasi, penyelidik, penyidik dan penuntut maka harus melakukan pembuktian secara akumulatif. Jika tidak bisa dibuktikan secara akumulatif maka tidak bisa memenuhi unsur dan  tidak bisa berlanjut, sehingga banyak kasus yang mentah/kandas.

  • PKPU No. 4 Tahun 2017 tentang Kampanye, soal Wewenang Eksekusi APK-BK. Pasal 70 ayat (5) bahwa soal penegakan APK dan BK itu bahwa Panwas hanya merekomendasikan ke KPU kemudian akan diperingati 1 x 24 jam, setelah itu tidak ada ketegasan kewenangan untuk mengeksekusinya.

Dalam PKPU soal penertiban APK dan BK diatas, bahwa didalamnya tidak adanya ketegasan dalam penertiban APK dan BK. Bahwa posisi Panwas dalam Pilkada hanya sebagai rekomendasi (rekomendator) ke KPU, kemudian KPU akan memberikan peringatan tertulis 1×24 jam untuk penertiban mandiri peserta pemilu. Jika tidak diindahkan maka belum ada pemberian delegasi kewenangan yang kuat pihak yang menertibkan APK dan BK yang melanggar. Mestinya diberi ketegasan pihak tersebut.

Diatas, beberapa pasal yang memang masih diketemukan celah – celah hukum atau ketidak sempurnaan peraturan hukum rezim Pemilihan. Ketidaksempurnaan memang masih disebabkan pembuatan yang jelek (legal drafter) yang tidak memadai ataupun potensi pembuatan norma yang “jahat”. Terlepas itu semua, fakta menunjukkan masih ada tantangan dalam pembuatan (pembangunan) hukum pemilihan, hal ini bagian dari evaluasi kedepan supaya lebih baik. Dengan demikian atas tantangan itulah, maka sangat mempengaruhi Penyelenggara Pemilu (Pengawas Pemilu) untuk melakukan penegakan hukum ditengah – tengah lapangan.

  1. Instansi (lembaga terkait dan berwenang)

Berdasar Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2015, Pasal 135 ayat (1) Juncto Perbawaslu Nomor 14 Tahun 2017 Juncto Peraturan Bersama Ketua Bawaslu Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016, Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 juncto Peraturan DKPP nomor 2 tahun 2017 dapat ditarik benang merah untuk melakukan kategorisasi instansi yang terkait dengan kepemiluan (pemilihan) pada tingkatan pelaksanaan dan penegakan hukum.

Kategori sebagai penyelenggara pemilu ada 3 (tiga) macam instansi yakni Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Disebut 3 (trio) penyelenggara pemilu ini memiliki tukewa (tugas, kewenangan dan kewajiban) yang sama –sama signifikan. Pemberian ekspektasi kepada tiga lembaga tersebut harus sama – sama pentingnya, karena masing – masing memiliki peran dan leading sector yang masing – masing namun memiliki arah dan orientasi yang sama untuk kepemiluan.

Kategori sebagai penegak hukum tindak pidana pemilihan ada 3 (tiga) macam instansi pula, yakni Pengawas Pemilu (Bawaslu / Panwas), Kepolisian, Kejaksaan yang tergabung dalam sentra penegakan hukum terpadu (sentra gakkumdu) pemilihan (pilkada).

Kategori sebagai penertib APK dan BK yang diatur dalam PKPU maupun kebijakan pemda, untuk kota semarang ada 8 (delapan) instansi yakni KPU, Panwas, Kesbang, Satpol PP, Polres, Dishub, Distaru, Disperkim. Kedelapan lembaga ini membentuk semacam forum atau kesepemahaman bersama dalam tahapan kampanye untuk dan khusus penertib APK dan BK.

  1. Fasilitasi (sarana dan prasarana)

Penegakan hukum (law enforcement) juga dipengaruhi sarana dan prasarana, meskipun benda mati dan dioperasionalkan oleh user (penyelenggara pemilu maupun instansi terkait) namun memiliki eksistensi yang berpengaruh. Bayangkan saja jika penertiban APK dan BK tidak ada alat – alat pendukung (crane, kendaraan, tiang, pisau, bensin, dll). Bayangkan saja jika Bawaslu / Panwas tidak memiliki ruang sentra gakkumdu pemilihan, tidak ada sidang adjudikasi, peralatan yang berkaitan dengan sekretariatan / administratipan. Meskipun lembaga Negara pasti sudah teralokasi sarana dan prasarana tersebut ada. Namun, meskipun ada tetap masih dalam tahap yang selalu diadakan secara maksimal. Karena adanya dukungan fasilitasi saat ini, tetap saja masih saja belum bisa mengcover secara maksimal dalam konteks fasilitasi maksimal yang berkaitan dengan penegakan hukum.

Misalnya dalam konteks sentra gakkumdu pemilihan yang ditugaskan dari unsur kepolisian dan kejaksaan bahwa UU No. 10 tahun 2016 juncto Peraturan Bersama Ketua Bawaslu RI No. 14 tahun 2016, Kepala Kepolisian RI No. 1 tahun 2016, Jaksa Agung RI no. 13 tahun 2016. Bahwa didalam menekankan bahwa personil sentra gakkumdu pemilihan dari penyelidik / penyidik dan penuntut harus dibebas tugaskan dari instansi asal. Hal tersebut supaya fokus sebagai anggota sentra gakkumdu pemilihan dalam penanganan / penegakan tindak pidana pemilihan. Namun kenyataan sampai saat ini juga sangat berkaitan dengan belum maksimalnya fasilitasi untuk menuju ideal sebagaimana pengaturan normatifnya.

  1. Budaya hukum masyarakat (legal cultur)

Penegakan hukum (law enforcement) juga sangat dipengaruhi budaya hukum masyarakat. Budaya hukum masyarakat adalah kesadaran diri masyarakat terhadap esensi hukum, pemilu, demokrasi. Aktualisasi budaya hukum adalah kesadaran penuh akan pilihan, menolak jika diajak pelanggaran hukum, melapor jika mengetahui pelanggaran hukum, ikut berperan aktif dalam partisipatif pemilihan dan pengawasan secara sadar baik individual maupun kolektivitas. Memang soal budaya hukum masyarakat membutuhkan suatu proses yang kontinyu, kuantitatif maupun kualitatif. Dalam segi hukum, sebenarnya upaya untuk mendorong peningkatan budaya hukum masyarakat dalam hal kepemiluan sudah tercantum. Dalam Bab XVIII dan Bab XVII baik tercantum dalam UU No. 10 tahun 2017 maupun dalam UU No. 7 tahun 2017 pun juga diatur secara bab khusus. Itu menunjukkan, bahwa Negara sudah mengusahakan pengaturan secara kuat tercantum dalam regulasi. Memang secara riil sebagaimana pengalaman Pemilihan Kepala daerah tahun 2018 yang lalu.

Dalam penguraian diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut :

  1. Penegakan hukum (law enformecent) masih menjadi tantangan dan kendala tersendiri ketika dalam pasal – pasal UU No. 10 Tahun 2016 Jo UU No. 8 Tahun 2015 Jo UU No. 1 Tahun 2015, Pasal 187 ayat (3) adanya celah hukum tidak lengkapnya subyek hukum Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. Usulan penulis adalah pada pasal yang dimaksud dengan menambahi subyek hukum GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR.
  2. Kendala dan tantangan yang sama terdapat dalam UU No. 10 Tahun 2016 jo UU No. 8 Tahun 2015 Jo UU No. 1 Tahun 2015, Pasal 69 huruf (f), (h), (i) yang berisi komulatif dengan menggunakan diksi kata “DAN”, sehingga dalam penegakan hukum akan menjadi pembebanan pembuktian yang sangat berat, karena bersifat akumulatif. Usulan penulis adalah menggunakan diksi hukum “DAN / ATAU”.
  3. Kendala dan tantangan yang sama sebagaimana soal penertiban APK dan BK yang terdapat dalam PKPU No. 4 tahun 2017, pasal 21, bahwa posisi Panwas hanya sebatas rekomendasi (rekomendator) ke KPU atas temuan APK dan BK yang melanggar, kemudian KPU akan melakukan peringatan tertulis dalam waktu 1×24 jam ke Peserta Pemilu. Mestinya dalam PKPU sudah memberikan pengaturan secara tegas pihak yang menertibkan APK dan BK yang melanggar secara jelas dan tegas.
  4. Dalam forum Sentra Gakkumdu Pemilihan sebagaimana surat kesepakatan bersama antara ketua Bawaslu RI, Kapolri, Jaksa Agung, sampai saat ini masih menjadi tantangan dalam menyamakan pemahaman penanganan tindak pidana pemilihan baik aspek formil, materiil, managemen penanganan. Hal ini perlu didorong dan update terus menerus dalam rangka optimalisasi pemahaman, penanganan, pelatihan, dll.
  5. Dalam konteks mendorong kesadaran hukum dan kepemiluan yang progresif bagi masyarakat, perlu adanya formula metode yang efektif, terukur, menarik baik kalangan apapun (milenial, emak-emak, kota, desa, pinggiran). Sehingga dapat mendorong secara akselertif tingkat pemilih maupun keberanian berkata tidak dan melapor ke instansi yang berwenang.

 

Referensi:

  1. Soerjono Soekanto, 2016, Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta : Rajawali Pers, hal. 90.
  2. Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2016 jo UU No. 8 Tahun 2015 jo UU No. 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota.
  3. Perbawaslu Nomor 14 Tahun 2017 tentang laporan dan / atau temuan dalam penanganan pelanggaran.
  4. Perbawaslu Nomor 15 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan.
  5. Perbawaslu Nomor 13 Tahun 2017 tentang penanganan pelanggaran administrasi TSM (Terstruktur, Sistematis, Masif).
  6. Peraturan Bersama Ketua Bawaslu RI Nomor 14 Tahun 2016, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016, Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 tentang Sentra Gakkumdu Pemilihan.
  7. Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pemilihan Kepala Daerah.
  8. Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Jadwal, Tahapan, Program Pemilihan Kepala Daerah.

 

 

Leave a comment

Skip to content