Scroll Top

MENAKAR URGENSI PENGAWAS PARTISIPATIF PEMILU

Ummi Nu’amah

MENAKAR URGENSI PENGAWAS PARTISIPATIF PEMILU

 

Oleh : Ummi Nu’amah

(Koordinator Divisi Peneyelesaian sengketa Bawaslu Kab Semarang)

 

Indonesia merupakan salah satu Negara yang menganut sistem politik demokrasi merupakan sistem politik yang didasarkan pada nilai, prinsip, prosedur, dan kelembagaan yang demokratis. Menurut Charles Costello, bahwa demokrasi adalah sistem sosial serta politik pemerintahan dengan kekuasaan pemerintah yang dibatasi oleh hukum serta kebiasaan untuk melindungi setiap hak perorangan warga negara. Artinya bahwa kedaulatan tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah di tangan rakyat. Kemudian Sistem politik  demokrasi di Indonesia penerapannya berbeda-beda mulai sejak kemerdekaan sampai masa pasca reformasi.

Pelaksaanaan demokrasi tidak dapat lepas dari Pemilu, karena pemilu  menjadi instrument penerapan  prinsip-prinsip dan tujuan demokrasi untuk menentukan penyelenggaran negara sesuai kehendak rakyat. Untuk mencapai terwujudnya penyelenggaraan negara yang demokrasi , maka pelaksanaann Pemilu menjadi Tolak ukur tercapai atau tidaknya demokrasi. Akan tetapi untuk mencapai  tujuan tersebut bukanlah hal yang mudah, banyak hal yang mempengaruhi proses tercapainya tujuan demokrasi, salah satunya adalah budaya politik. Budaya politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan bernegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya (wikepedia). Budaya politik yang demokratis maka akan terwujud sistem politik yang demokratis, hasilnya adalah Pemilu yang demokratis. Selainitu juga akan mewujudkan budaya politik yang partisipatif, artinya adanya keterlibatan masyarakat dalam mensukseskan pemilu.

Parameter keberhasilan Pemilu salah satunya adalah adanya keterlibatan masyarakat dalam keikutsertaan mengawasi Pemilu. Oleh karena itu, untuk dapat mengembalikan “ruh” demokrasi, maka dalam setiap agenda-agenda politik dalam hal ini adalah Pemilu maka bagaimana masyarakat mau berperan ikut serta mensukseskan pemilu, tidak lagi  menjadi masyarakat yang apatis terhadap kegiatan-kegiatan Pemilu.

Di setiap kegiatan Pemilu ataupun Pilkada yang berlangsung setiap lima tahun sekali, penyelenggaraannya selalu muncul persoalan-persoalan yang menghambat  tercapainya demokrasi. Masih maraknya politik uang, berita hoaks, kampanye hitam, maupun pelanggaran pemilu lainnya baik pidana, administrasi atupun adanya sengketa proses pemilu menjadi “PR” yang harus di minimalisir pada kegiatan Pemilu yang akan datang. Persoalan-persoalan tersebut tidak akan pernah dapat di selesaikan oleh penyelenggara pemilu melalui pengawalan pelaksanaan “regulasi” saja, akan tetapi di butuhkan kerjasama yang erat dengan seluruh komponen masyarakat. Karena ketika masyarakat ikut serta di dalam mensukseskan pelaksanaan Pemilu, maka posisi masyarakat tidak hanya sebagai “objek” dalam Pemilu, akan tetapi masyarakat sudah pada posisi yang lebih tinggi yaitu sebagai “subjek” penentu keberhasilan demokrasi.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai lembaga yang diberi mandat oleh UU no 7 tahun 2017  untuk melakukan pencegahan dan penindakan pelanggaran Pemilu dan sengketa proses pemilu, mengawasi proses pelaksanaan seluruh tahapan Pemilu, mencegah terjadinya politik uang, mengawasi netralitas semua pihak yang dilarang dalam kampanye termasuk juga mengawasi pelaksanaan putusan baik putusan oleh KPU ataupun pihak yang berwenang, membutuhkan banyak dukungan para pihak dalam aktivitas pengawasan. Badan Pengawas Pemilu tidak akan mampu menjalankan tugasnya sendiri, di butuhkan mitra di dalam menjalankan tugas dan aktivitas pengawasan. Keterlibatan masyarakat tidak hanya pada tataran sebagai “pemilih” yang hadir ke TPS menggunakan hak pilihnya,   akan tetapi juga melakukan pengawasan dengan ikut serta mencegah terjadinya potensi kecurangan dan ikut mengawasi ketika terjadi kecurangan, serta berani melaporkan kecurangan tersebut kepada Pengawas Pemilu  yang bertugas mengawasi proses Pemilu dan menindaklanjuti dugaan pelanggaran Pemilu. Pengawasan partisipatif yang di lakukan penuh kesadaran masyarakat akan dapat mewujudkan pembangunan demokrasi, selain itu keikutsertaan dapat menjadi pembelajaran politik yang baik bagi masyarakat pemilih.

Tantangan besar yang dihadapi Badan pengawas pemilu adalah membangun kesadaran politik masyarakat. Untuk membangun kesadaran tersebut masyarakat di ajak terlibat langsung menjadi “subjek” Pemilu bukan lagi menjadi “objek” bagi kepentingan-kepentingan politik. Pentingnya pengawasan partisipatif oleh masyarakat dalam keikutsertaan pengawasan pemilu ini, strategi yang di lakukan terlebih dahulu bagaimana proses sosialisasi dan transfer pengetahuan dan ketrampilan pengawasan Pemilu dari pengawas Pemilu kepada masing-masing kelompok masyarakat. Sebelum sampai kepada peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu dalam konteks yang lebih luas. Kuncinya adalah semakin banyak yang menjadi mengawasi pemilu, maka potensi kecurangan akan semakin berkurang, dan semakin berkurangnya kecurangan maka pemilu akan jauh lebih berkualitas dan bermartabat

Seluruh kelompok Masyarakat, dapat menjadi mitra pengawasan partisipatif. Masing-masing kelompok masyarakat memiliki komunitas yang memiliki kekhasan tersendiri. Setiap kelompok masyarakat ketika dapat berkolaborasi dengan Badan Pengawas Pemilu dalam pembangunan demokrasi melalui pengawasan pemilu, maka “PR” yang sudah di sampaikan di awal tadi dapat di minimalisir atau bahkan dapat di hilangkan. Konsep sosialisasi pengawasan partisipatif yang di lakukan oleh kelompok masyarakat ini akan dapat lebih “mengena” langsung ke tataran masyarakat paling bawah dengan metode sosialisasi yang berbeda antar kelompok masyarakat. Ada beberapa kelompok masyarakat yang dapat menjadi mitra Badan Pengawas Pemilu antara lain; Kelompok Perempuan; Organisasi Masyarakat; Organisasi Profesi;  Kelompok Pemuda; Kelompok Seni dan Budaya; Kelompok Petani dan Nelayan; Kelompok Pedagang; Mahasiswa; Pelajar sebagai pemilih Pemula maupun kelompok Santri; bahkan sekarang banyak “Komunitas-komunitas”  yang memiliki banyak anggota.

 

Bentuk Pengawasan Partisipatif dapat di lakukan melalui beberapa program, antara lain; Pertama, Bawaslu tilik desa, program ini bertujuan mengajak masyarakat menjadikan desanya/kampungnya terbebas dari politik uang. Program ini bisa melibatkan banyak kelompok masyarakat dalam proses sosialisasinya melalui kegiatan jagongan pemilu, ceramah-ceramah di majlis ta’lim, ngopi bareng (ngolah piker) tentang Pemilu dari kelompok tersebut akan muncul pengawas-pengawas partisipatif yang menjadi “agen of change” pengawas pemilu sehingga nanti akan menghasilkan output terbentuknya Desa/Kampung Anti Politik Uang. Kedua, Bawaslu Goes to School adalah program sosialisasi kepada kelompok pelajar /”millennial” kelompok yang memiliki dua sisi yaitu kelompok yang “rentan” di jadikan objek pemilu, Pelajar juga dapat menjadi kelompok yang “antibody” nya kuat tidak mudah tergoyahkan karena masih memiliki sikap  yang kuat mengawal pemilu yang bersih. Virus-virus pengawasan pemilu inin selanjutnya kan dapatdi teruskan oleh para Pelajar kepada kelompok millennial yang lain. Ketiga; Sekolah Pemilu, program ini dapat di lakukan Mahasiswa selaku kawah candradimuka bangsa dan Negara ini. Perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan dapat memberikan ruang lebih untuk wawasan pengawasan pemilu kepada Mahasiswa. Perguruan tinggi dapat juga menjaring pengawas muda. Perguruan tinggi merupakan tempat yang dianggap “netral” dan “mandiri” dari jangkauan politik, sehingga pengawasan partisipatif  pemilu bisa menjadi alternatif yang baik bagi para mahasiswa untuk belajar memahami kepemiluaan di Indonesia secara baik dan benar melaui sekolah Pemilu.  Sekolah Pemilu ini dapat di wujudkan juga melaui KKN Tematik Pemilu. Bagi kelompok santri, sekolah pemilu ini juga dapat menjadi salah satu alternative pendidikan politik bagi santri, sehingga santripun dapat menjadi “agen” pengawasan pemilu.

Pentingnya pengawasan berbasis partisipasi masyarakat  dalam Pemilu untuk mewujudkan demokrasi yang lebih baik harusnya mendapatkan dukungan semua pihak. Pemberian peran yang lebih kepada masyarakat ikut dalam pengawasan Pemilu akan membuka kesadaran masyarakat, bahwa pemilu ataupun pilkada tanpa dukungan masyakat, akan menjadikan masyarakat selalu dan selalu menjadi “objek” kepentingan-kepentingan politik. Ketika masyarakat sudah sadar akan kedudukannya di pemilu sebagai “subjek” untuk mewujudkan tujuan sesungguhnya demokrasi, dengan turut serta mengawal Pemilu yang berintegritas dan bermartabat maka  pelanggaran-pelanggaran Pemilu dapat di minimalisir.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Leave a comment

Skip to content