MENJADI PENGAWAS PEMILU YANG SESUNGGUHNYA
Oleh: P.Teki Mintoyo
Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu Banjarnegara
Padamu negeri
Kami berjanji
Padamu negeri
Kami berbakti
Padamu negeri
Kami mengabdi
Bagimu negeri
Jiwa raga kami
Untaian syair diatas bukanlah sekadar gumaman lagu, intinya adalah komitmen segenap warga negara untuk mendarmabaktikan segala upaya jiwa serta raga untuk membangun negara.
Negara adalah wadah bagi menyatunya wilayah, penduduk, serta pemerintahan. Sebuah negara berdiri bukanlah sesuatu yang tiba-tiba ada, tapi melalui proses perjuanganan panjang melintasi era dan generasinya.
Tak terkecuali Indonesia, seperti kita semua tahu sebelum Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah sebuah wilayah yang terdiri dari kerajaan-kerajaan yang masing-masing punya otoritas sebagai wujud keberadaannya. Hingga penjajah datang menjarah kekayaan wilayah mereka belum sepenuhnya sadar dan mampu mengelola kekayaan alam sebagai modal untuk kemajuan bersama. Tercatat ratusan tahun mereka memeras sumber daya. Dinamika yang muncul menggugah kesadaran rakyat melalui putra-putra terbaiknya untuk mandiri dan menunjukkan eksistensi dalam peradaban global.
Pasca kemerdekaan negara ini dihadapkan pada realitas sulit. Bagaimana membangun pemerintahan, bagaimana mengolah sumber daya, bagaimana mengikis kebodohan, bagaimana mengelola pola pikir yang beragam dan lain-lain. Realitas tersebut pada akhirnya menemukan sebuah solusi, dengan menyelenggarakan Pemilu Pertama pada Tahun 1955. Secara perlahan hasil pemilu melahirkan tokoh-tokoh baru guna membangun fondasi bagi dasar-dasar kehidupan bernegara.
Bagi sebuah negara, pemilu adalah kerangka dasar bagi sebuah sistem pemerintahan. Pemilu seharusnya dijadikan gerbang perubahan, sebagai sarana untuk mengejar ketertinggalan suatu wilayah agar setara atau bahkan lebih baik dari yang lainnya. Utamanya dalam hal tata kelola pemerintahan, ekonomi, sosial dan budaya.
Dalam perjalanannya, pemilu di Indonesia diawali tahun 1955, kemudian terjadi perubahan/pergantian kekuasaan pasca krisis 1965-1967 pemerintahan baru menggelar Pemilu I tahun 1971, selanjutnya 1977, 1982, 1987, 1992, terakhir 1997. Tahun 1998 kembali diterpa krisis yang mereduksi legitimasi pemerintahan yang berujung pada pergantian kekuasaan. Pemerintahan baru 1998 berhasil menorehkan sejarah politik yang patut diapresiasi. Di tengah kelesuan dampak krisis pemerintah berani memutuskan untuk menggelar Pemilu Tahun 1999. Di tengah euphoria kebebasan pasca rezim otoriter muncul kepentingan-kepentingan yang diwujudkan dengan mendirikan partai politik hingga sejumlah 48 parpol ikut Pemilu 1999.
Tahun 2004 kembali negeri ini menorehkan sejarah baru di era demokrasi. Pemilu 2004 rakyat sebagai pemilih kedaulatan diberikan hak penuh untuk memilih dan menentukan sendiri wakil-wakilnya untuk duduk di legislatif serta memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Setahun kemudian, Tahun 2005 rakyat kembali diberi hak penuh untuk menentukan sendiri pemimpin-pemimpin daerahnya. Pemilihan Kepala Daerah Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota. Perubahan luar bisa dalam kehidupan berdemokrasi.
Proses panjang penyelenggaraan pemilu tersebut tentunya banyak ditemukan hal-hal terkait pelaksanaanya. Utamanya adalah munculnya tindakan-tindakan inkonstitusional oleh peserta pemilu, pemilih, penyelenggara, bahkan oleh pemerintah. Kenapa pemerintah termasuk sebagai pihak yang ikut melakukan tindakan-tindakan inkonstitusional? Jawabnya adalah kepentingan melanggengkan kekuasaan. Fakta-fakta tersebut banyak dijumpai pada saat negara ini dikuasai sebuah rezim otoriter.
Penyelenggaraan pemilu dilaksanakan oleh LPU (Lembaga Pemilihan Umum, Posisi Ketua dijabat Mendagri), didaerah dikenal PPD (Panitia Pemilihan Daerah) I dan II. Pengawasan dilaksanakan oleh PANWASLAK PEMILU (Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu, di Ketuai oleh Jaksa Agung.)
Pada era rezim tersebut hasil Pemilu sudah diketahui jauh hari sebelum pelaksanaan, lengkap hingga prosentase perolehan. Bukan rahasia lagi pada jaman tersebut semua unsur pemerintah diwajibkan memenangkan salah satu kontestan, apapun caranya. Panwaslak dibentuk hanya untuk menampung permasalahan yang disampaikan oleh masyarakat dan kontestan pemilu, bukan menangani masalah administrasi, kriminal dan pidana terkait pemilu.
Kita sepakat demi terlaksananya pemilu yang berkualitas dibutuhkan kerja keras semua pihak, khususnya pemerintah, penyelenggara, masyarakat, serta elemen terkait lainnya.
Hal penting yang harus dilaksanakan adalah menyiapkan aturan perundang-undangan untuk segera di sosialisasikan sehingga bisa menekan atau setidaknya meminimalisir kesalahan-kesalahan pelaksanaan penyelenggara pemilu. Disinilah peran pengawas pemilu menjadi strategis.
Seiring perjalanan waktu kedudukan dan fungsi pengawas pemilu telah berevolusi, khususnya pasca reformasi diawali dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 dimana lahir Bawaslu (RI), dibuat kembali Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 yang menandai kelahiran Bawaslu Provinsi, hingga terakhir Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 sebagai pembentukan Bawaslu Kabupaten/Kota.
Lantas apa yang dimaksud pengawasan pemilu? Adalah proses pengamatan dari pelaksanaan suatu kegiatan untuk diketahui apakah proses berjalan sesuai regulasi dan dilaksanakan secara benar.
Tujuan pengawasan pemilu adalah memastikan proses tahapan pemilu dilaksanakan secara benar atau sesuai dengan aturan. Pengawasan dilaksanakan oleh pengawas.
Menjadi pengawas pemilu tidak sekadar memenuhi syarat administratif dan lulus test. Seorang pengawas mutlak harus teruji di masyarakat, sebab tugas pengawas pemilu tidak sekadar melaksanakan tupoksi kerja, tapi harus mampu membaca dinamika sebuah proses politik. Sifatnya yang kolosal tentu sarat dengan kepentingan. pro kontra bahkan rawan konflik. Dia harus paham karateristik masyarakat di setiap wilayah kerjanya, mampu membangun komunikasi dengan semua pemangku kepentingan serta punya kemampuan manajerial.
Tugas berat pengawas pemilu tidak sekadar pada hal-hal normatif menghadapi realita antara fakta dengan regulasi yang relatif kabur, tapi lebih kepada kemampuan manajemen pribadi menghadapi anggaran sebagian masyarakat tentang pengawas pemilu layaknya macan ompong, partisan, tajam ke bawah tumpul ke atas hingga integritas perseorangan.
Disinilah letak permasalahannya, bawaslu harus bebas dari nilai-nilai subyektifitas. Persepsi negatif sebagian orang harus dijawab dengan kinerja harus dibuktikan eksistensinya. Perekrutan SDM harus berdasarkan pertimbangan kapasitas. Efektifitas sebuah pencapaian bukan ditentukan oleh orang-orang hebat tapi pada kesadaran menjaga komitmen sebagai suatu tanggung jawab.
Pembagian divisi sejatinya dimaksudkan sebagai upaya untuk menyederhanakan pengerjaan tugas-tugas pada tatanan peraturan, namun dalam pelaksanaanya masih terdapat pemahaman sebagai sekat yang membatasi ruang kolektif. Karenanya perlu diatur dalam deskripsi tugas termasuk struktur operasionalnya.
Terlepas dari syarat normatif, serang pengawas mutlak harus memiliki:
- Ilmu pengetahuan
Sebagai kemampuan intelektual yang dijadikan modal untuk melakukan sesuatu. Diharapkan kapasitas keilmuan mempermudah seseorang dalam menyerap ilmu-ilmu baru, memahami regulasi cepat beradaptasi serta mengaplikasikannya dalam proses pencapaian tujuan.
- Komunikatif
Seorang pengawas bekerja dalam tim, baik internal dengan sesama anggota maupun dengan institusi lain seperti kejaksaan dan polisi dalam struktur gakkumdu, juga pemerintah pada semua tingkatan serta pemangku kepentingan lainnya. Kemampuan berkomunikasi sanggup menjembatani kesenjangan pola pikir maupun pemahamam terhadap suatu permasalahan. Dilapangan kemampuan berkomunikasi sangat berguna dalam penyelesaian permasalahan yang secara aturan tidak ditemukan tetapi secara fakta ada permasalahan.
- Integritas
Bisa diartikan sebagai konsep berkaitan dengan konsistensi dalam tindakan, nilai-nilai, prinsip, ukuran, serta ekspektasi dan berbagai hal yang dihasilkan. Orang berintegritas berarti memiliki pribadi yang jujur serta berkarakter kuat. Mutu, sifat serta keadaan sebagai kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi yang memancarkan kewibawaan. Integritas dibutuhkan oleh siapapun sebagai jaminan atas kepercayaan yang disandangnya. Orang berintegritas tidak akan mau mengingkari kepercayaan kepada dirinya dan senantiasa memilih yang benar serta berpihak kepada kebenaran. Dia menyampaikan kebenaran secara bertanggungjawab, bahkan pada saat dalam tekanan sekalipun.
- Mampu mengelola informasi
Barry E.Cushing mendefinisikan informasi sebagai sesuatu yang menunjukkan hasil pengolahan data yang diorganisasi dan berguna bagi pihak yang menerimanya. Jadi kemampuan mengelola informasi adalah kemampuan seseorang dalam mengolah data yang diterima dengan realitas dan situasi yang dihadapi sebagai bahan pegambilan keputusan yang berguna bagi si penerima. Pengelolaan informasi harus memperhatikan akurasi, keterkaitan, kebutuhan dan relevansi. Pada contoh kekinian di mana Teknologi Informasi sebagai tulang punggung upaya pencapaian tujuan, kemampuan mengolah informasi sangat berguna bagi upaya memerangi ujaran kebencian, melakukan sosialisasi serta menyampaikan hal-hal umum terkait bidang tugas yang berpengaruh terhadap pelaksanaan pemilu.
Metode “penyelesaian secara adat” bukanlah hal tabu sepanjang tidak melanggar aturan baik hukum maupun etika, dengan tetap menjaga integritas serta obyektifitas.
Dengan melihat realita, merujuk pada beberapa kasus yang muncul sebagai dampak dari kompetisi politik, kemampuan berkomunikasi cukup strategis dalam upaya pencegahan terjadinya pelanggaran serta meminimalisir terjadinya konflik horizontal.
Kiranya kita sepakat bahwa menjadi pengawas pemilu bukanlah semata takdir, yang lebih penting adalah bagaimana menempatkan diri sebagai pengawas menjalankan tugas secara proposional diharapkan seluruh komponen mulai dari pemerintah, penyelenggara, pengawas, parpol, aparat penegak hukum, masyarakat, punya komitmen sama untuk menjadikan pemilu sebagai sarana pembelajaran demokrasi yang sangat berharga.
Bukan soal siapa yang kalah/menang, utamanya adalah substansi: bagaimana proses berjalan sesuai aturan serta manfaat apa yang diperoleh rakyat selaku pemilik kedaulatan.
Regulasi yang jelas dan tegas adalah kerangka utama penegakkan demokrasi. Kehidupan berdemokrasi harus terus berproses demi terwujudnya negara yang kokoh dan berkepribadian. Pemilu yang bersih adalah salah satu pilar cita-cita itu.
Kebersamaanlah yang menjadikan kita penting, bukan kepentingan yang menjadikan kita bersama.
Selamat berpikir merdeka. Salam.