Scroll Top

Sosialisasi : Anti Politik Uang Dalam Konsep Budaya dan Agama

Sosialisasi Anti Politik Uang Dalam Konsep Budaya dan Agama

Brebes – Setelah melakukan pembinaan pertama dalam bentuk assessment untuk mengukur dan menentukan materi sosialisasi yang akan ditentukan, Bawaslu Kabupaten Brebes kembali melanjutkan program Pembentukan Desa Politik Uang dalam bentuk pembinaan kedua yaitu sosialisasi di Aula Balaidesa Winduasri, Kecmatan Salem, Kabupaten Brebes. Acara yang diselenggarakan pada hari Sabtu, 26 Oktober ini mengundang peserta atau kelompok masyarakat yang sesuai data kuisioner pembinaan pertama mengisi data tersebut, yaitu berjumlah 50 responden.
Acara dimoderatori oleh Pak rifan dan dipandu oleh Pak Wakro selaku Ketua Bawaslu Kab. Brebes serta narasumber dalam kegiatan sosialisasi ini. Tema besar dari sosialisasi ini kebanyakan besar akan berbicara dan mengupas tentang politik uang, hal demikian tidak terlepas dari pengolahan data berdasarkan kegiatan pertama yang menunjukan bahwa dari 50 responden terdapat 60% (persen) yang tidak mengetahui politik uang, artinya lebih dari setengah responden yang butuh akan materi politik uang.
Sebagai prolog, sebelum narasumber mengupas lebih dalam mengenai materi politik uang, moderator menyampaikan gambaran umum mengenai materi politik uang dengan pendekatan budaya dan agama.
“perlu bapak dan ibu ketahui, bahwa momok demokrasi dalam kontestasi Pemilu itu adalah politik uang, politik uang ini selain dilarang oleh Undang-Undang atau aturan hukum juga secara konsep budaya tidak baik, karena merendahkan harkat dan martabat rakyat, merendahkan harkat dan martabat rakyat yang dimaksud adalah suara rakyat bisa dibeli oleh uang bukan atas nama keunggulan misi dan visi serta prestasi bagi calon wakil rakyat. Kita akan berbicara politik uang dalam konteks budaya dan agama, kenapa? karena masyarakat desa jika terlalu dijelaskan mengenai aturan hukum secara detail kurang antusias, karena secara keseharian masyarakat desa apalagi desa pedalaman lebih menitikberatkan budaya dan agama dalam bersosial”, tutur moderator sebagai pembuka materi sosialisasi.
Selanjutnya materi dilanjutkan oleh narasumber yaitu Pak Wakro, terkait politik uang dengan beberapa materi yaitu pandangan politik uang secara umum, bahaya dan dampak politik uang, serta aturan hukum tentang politik uang. Beliau menjelaskan kaitannya dengan konsep budaya dan agama.
“Politik uang secara umum merupakan berpuatan yang tidak terpuji oleh wakil rakyat kita, karena suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Selain alasan politik uang itu dilarang yaitu politik uang jebakan buat rakyat, jebakan ini dimaknai bahwa ketika para wakil rakyat mencalonkan diri dengan meraup suaranya melalui suap kepada rakyat maka ketika menduduki atau menjadi calon terpilih dia akan lebih memikirkan modal kembali, modal itu dikeluarkan ketika masa pemilihan”. Tutur Pak Wakro
Pak Wakro juga tidak lupa menjelaskan mengenai politik uang kaitannya dengan budaya. Beliau menuturkan bahwa dalam konsep budaya kita mengenal istilah barokah.
“barokah ini adalah sesuatu yang kita dapatkan sesuai dengan apa yang kita kerjakan dengan niat dan cara yang baik, politik uang bagian dari suap, sedangkan suap adalah sesuatu yang tidak baik, bayangkan saja ketika kita mendapatkan nafkah dari sesuatu yang tidak baik maka dari nafkah tersebut kita belikan menjadi sebuah nasi, ongkos untuk anak kita maka yang terjadi banyak ketidakbarokahan. Gambaran nyatanya adalah kita sering mendapatkan masalah”, Lanjut Pak Wakro.
Setelah hampir 2 jam acara penyampaian sosialisasi, acara dilanjutkan dengan tanya jawab oleh peserta sosialiasi dengan menanyakan terkait aturan dan sanksi hukum mengenai politik uang. Kemudian Pak Wakro menjelaskan bahwa terdapat 3 Pasal dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang pemilu yang mengatur tentang sanksi hukum politik uang, yaitu: Pertama, Pasal 523 AYAT (1) Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah. Kedua, Pasal 523 ayat (2) Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada Masa Tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada Pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluhdelapan juta rupiah. Ketiga, PASAL 523 AYAT (3) Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Melihat raut wajah peserta sosialisasi yang enggan untuk mengakhiri acara karena begitu antusias dan mengalirnya bahasan sosialiasasi, maka dari itu harus disepakati bersama bahwa nantinya acara ini adalah bagian dari bahasan yang nantinya akan kita bawa didalam pembinaan kegiatan ketiga, yaitu fokus grup diskusi.
“jangan terlalu panjang dan lama untuk untuk menghabiskan materi disosialisasi ini, karena nantinya kita akan sambung dikegiatan FGD”, tutur moderator sambil berat hati sekalian menutup acara sosialisasi.

/Humas Bawaslu Brebes

Leave a comment

Skip to content