Ket : Bambang Eka Cahya saat memberikan materi dalam sosialisasi
Karanganyar – Pelaksanaan pemilu dan pilkada di Indonesia terkadang diwarnai dengan praktik buruk seperti politik uang.
Inovasi pencegahan dan pencegahan dengan berbagai cara sudah diupayakan oleh jajaran Bawaslu bersama stakholders lain.
Misalnya melalui pembentukan desa pengawasan dan desa politik uang yang sudah terbentuk di lebih dari 300 desa di Jawa Tengah.
Mantan Anggota Bawaslu RI sekaligus dosen, Bambang Eka Cahya menyatakan upaya-upaya pencegahan tersebut tidaklah mudah. “Apalagi, jika kesadaran tidak muncul pada warga masyarakat,” kata Bambang dalam acara sosialisasi penanganan pelanggaran pilkada 2020 yang digelar Bawaslu Jateng di Surakarta, 15 Pebruari 2020.
Menurut Bambang, masyarakat harus memiliki kesadaran atas bahaya politik uang.
Masyarakat yang menerima politik uang tidak akan memiliki kebebasan dalam menentukan pilihan.
Bambang menyatakan membangun literasi politik warga mulai sejak dini harus digencarkan. Desa anti politik merupakan salah satu contoh menutup pintu pada sisi permintaan, namun belum dari sisi penawaran atau dari sisi pemberi politik uang.
“Sehingga ada dua sisi yang harus diselesaikan, untuk kualitas demokrasi jangka panjang,” kata Bambang.
Menurut Bambang, mengatasi politik uang tidak cukup hanya lembaga hukum. Penegakan hukum saja tidak kuat tetapi lebih baik memperbaiki budaya dalam negara kita. Bagaimana budaya sadar demokrasi harus yang lebih dikuatkan.
“Kita harus bisa menjadi salmon bukan ikan asin. Filosofis salmon yang selalu melawan arus. Ikan solmon itu langka dan lebih mahal dibandingkan ikan asin,” ungkap Bambang.
Bambang menegaskam bahwa penegakan demokrasi haruslah seperti ikan Salmon berani beda untuk kebenaran tidak mengikuti arus yang terkadang justru salah.
Humas Bawaslu Jateng