Oleh: Nur Kholiq (Ketua Bawaslu Kabupaten Purworejo)
JEJAK bahagia itu belum sirna dari benak. 494 putra dan putri terbaik Kabupaten Purworejo, dua pekan lalu (14/3/2020) baru saja diambil sumpah dan janjinya. Terlihat gagah dan berwibawa, mengenakan setelan jas lengkap dengan peci bagi laki-laki. Yang perempuan tampak anggun berbalut kebaya.
Prosesinya sakral. Disaksikan para pejabat di tingkat kecamatan. Juga para lurah dan kepala desa. Semuanya tak bisa menyembunyikan kekagumannya. Takjub seluruh prosesi dipersiapkan secara detail dan matang oleh masing-masing Panwaslu Kecamatan beserta seluruh kru sekretariatnya.
Mereka yang dilantik itu adalah Pengawas Kelurahan/Desa (PKD). Di bawah kitab suci masing-masing, janji menjalankan tugas konstitusional diucapkan dengan khidmat. Menjaga daulat rakyat dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati yang terjadwal 23 September 2020.
Para pejuang demokrasi itu terpilih melalui proses yang ketat dan panjang. Seleksi administrasi, wawancara, serta masukan dan tanggapan masyarakat. Total pendaftarnya 1.081 orang, terdiri dari 683 orang laki-laki dan 398 orang perempuan. Jumlah di Kabupaten Purworejo itu dicatat yang terbanyak di antara 21 kabupaten/kota se Provinsi Jawa Tengah yang dijadwalkan menggelar pemilihan.
Sebagai orang yang diberikan amanah menahkodai lembaga pengawas pemilu di Kabupaten Purworejo, saya benar-benar merasa bangga atas peristiwa bersejarah hari itu. Rasa serupa tak bisa disembunyikan salah satu pimpinan Bawaslu Provinsi Jawa Tengah, Sri Wahyu Ananingsih yang diutus untuk meninjau pelantikan PKD ke Kabupaten Purworejo.
Di hadapan 25 PKD se Kecamatan Purworejo, Bu Ana, demikian dia akrab disapa, memberikan semangat pada sesi bimbingan teknis. “Bapak dan ibu harus bangga karena diberikan kesempatan menjadi bagian dari pelaku sejarah peristiwa demokrasi di tahun 2020 ini. Kesempatan yang tidak didapatkan oleh semua orang,” ungkap perempuan bergelar doktor di bidang hukum ini.
Perempuan yang memiliki latar belakang akademisi dari Universitas Diponegoro Semarang ini mengisahkan awal perjalanannya menjadi pengawas pemilu. “Saya memulainya dari Panwaslu Kecamatan, kemudian naik ke Kota Semarang dan sekarang di provinsi. Saya benar-benar mencintai peran ini. Saya bersyukur mendapatkan kesempatan berperan dalam sejarah demokrasi di negeri ini,” katanya ikhtiar memberi inspirasi.
Ana pun mengingatkan para PKD agar menjaga integritasnya sebagai penyelenggara pemilu. Meningkatkan profesionalitas, dan memegang teguh kode etik. Pesan yang sama juga kusampaikan saat memberikan pengarahan di hadapan PKD di Kecamatan Kaligesing dan Kecamatan Bagelen yang merupakan wilayah binaanku.
Pengarahan yang sama disampaikan rekan-rekanku: Ali Yafie, Abdul Azis, Rinto Hariyadi, dan Anik Ratnawati yang pada hari itu menyebar ke kecamatan-kecamatan yang menjadi wilayah binaan masing-masing.
Hari itu, kami benar-benar merasa bahagia dan bangga karena memiliki keluarga baru: 494 orang pengawas. Melengkapi kakak mereka 48 anggota Panwaslu Kecamatan yang sudah lebih dahulu bergabung pada 23 Desember 2019.
Kehadiran keluarga baru itu semakin membangkitkan semangat pengawasan tahapan pemilihan di Kabupaten Purworejo. Semangat itu tercermin dari kegiatan-kegiatan yang dihelat sahabat-sahabat pengawas di tingkat kecamatan. Dengan sabar Panwaslu Kecamatan membimbing adik-adiknya. Seluruhnya disampaikan ke publik melalui platform media sosial milik masing-masing Panwaslu Kecamatan.
Edukasi dan sosialisasi pengawasan pemilu juga semakin massif dilakukan. Selain melalui kegiatan tatap muka dengan kelompok-kelompok masyarakat di desa-desa, konten-konten kreatif yang berisi pesan pengawasan pemilu semakin beragam mewarnai dunia media sosial di Kabupaten Purworejo. Video, infografis, dan meme dihasilkan dari kerjasama apik antara Panwaslu Kecamatan dengan PKD.
Ghirah pengawasan juga sangat terasa dalam pengawasan tahapan rekruitmen badan penyelenggara ad hoc Panitia Pemungutan Suara (PPS). Bawaslu Purworejo menerbitkan surat tugas untuk Panwaslu Kecamatan dan seluruh PKD yang diinstruksikan bersama-sama mencermati hasil pengumuman pendaftar PPS.
“Rekruitmen badan ad hoc ini kan dilaksanakan KPU dengan melibatkan PPK. Bawaslu Purworejo menugaskan pengawas ad hoc untuk benar-benar mencermati. Tujuannya agar pendaftar yang sudah dua periode atau pun nama-nama yang dilarang sebagai penyelenggara tidak sampai lolos. Seluruh kerja-kerja pengawasan itu dituangkan dalam Form A hasil pengawasan,” jelas Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Purworejo, Anik Ratnawati.
Seluruh pasukan pengawas ad hoc itu dengan bangga melaksanakan tugasnya. Instruksi-instruksi berjenjang dipatuhi dan dilaksanakan dengan baik. Ibarat tanaman, semangat kerja pengawasan terus dipupuk melalui kanal-kanal koordinasi yang tersedia, seperti grup whatsApp. Panwaslu Kecamatan juga menerapkan sistem piket kerja harian kantor untuk PKD.
Semangat itu terus terpelihara sampai akhirnya wabah Covid-19 semakin menggila pada minggu ketiga bulan Maret. Diberitakan pageblug yang melanda dunia itu semakin memakan banyak korban. Pemerintah mulai menerapkan social distancing sebagai protokol pencegahan. Kebijakan serupa mulai diterapkan di lingkungan Bawaslu. Kegiatan yang mengumpulkan banyak orang mulai tidak diperkenankan. Koordinasi antar pengawas di setiap jenjang harus menyesuaikan. Rapat koordinasi, rapat kerja teknis, maupun bimbingan teknis dilakukan dengan model virtual memanfaatkan instrumen teknologi.
Dalam situasi itu, semangat pengawasan ternyata tidak mengendor. Jajaran pengawas ad hoc menyiapkan diri mengawasi tahapan verifikasi faktual dukungan calon perseorangan. “Strategi pengawasan sudah kami rancang. Skema sudah dipahami seluruh jajaran pengawas,” jelas Humas Bawaslu Purworejo Rinto Hariyadi.
Energi yang sudah disiapkan jajaran pengawas ad hoc itu belum tersalurkan, sampai akhirnya situasi pandemic Covid-19 semakin merisaukan. Situasi yang akhirnya mendorong KPU RI mengeluarkan keputusan penundaan empat tahapan pada 22 Maret 2020. Keempat tahapan itu adalah pelantikan PPS, verifikasi faktual dukungan calon perseorangan, pembentukan Pantarlih, dan pemutakhiran daftar pemilih.
Penundaan empat tahapan itu menimbulkan efek psikologis. Pengawas ad hoc mulai merasakan kecemasan begitu KPU memutuskan menonaktifkan sementara Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Diskusi internal di grup WhatsApp mulai menanyakan kejelasan nasib mereka. Namun, kegaulauan itu tak sepenuhnya menyirnakan semangat. Sambil menunggu kejelasan, Panwaslu Kecamatan masih terus melakukan sosialisasi pengawasan melalui konten-konten kreatif di platform media sosial.
Penundaan tahapan yang diputuskan KPU RI itu kemudian diikuti Bawaslu RI dengan memutuskan pemberhentian sementara masa tugas jajaran pengawas ad hoc: Panwaslu Kecamatan beserta jajaran sekretariat dan PKD. Kabar itu “pahit”. Kebijakan itu memang terasa “getir”. Tapi harus dipahami, dimengerti sebagai dampak yang tidak dikehendaki. Penundaan tahapan pemilihan menjadi kebijakan sangat tepat atas alasan kesehatan dan kemanusian.
“Kita jelaskan perlahan-lahan,” begitu keputusan pleno kami berlima. Saya didaulat untuk menjelaskan kebijakan Bawaslu RI tersebut kepada sahabat-sahabat Panwaslu Kecamatan. Maka perlu cara yang tepat agar tidak menimbulkan reaksi kontraproduktif. Bagaimana tidak, sedulur-sedulur pengawas ad hoc ini kudu mandeg pas lagi semangat-semangate (diberhetikan saat sedang semangat-semangatnya, red). Dalam bahasa yang sedikit agak lebay, mereka diberhentikan pas lagi sayang-sayangnya he..he.. Begitulah jika ikatan emosial sudah cukup kuat terbangun. Meski baru tiga bulan Panwaslu Kecamatan bertugas, tapi mereka sudah laksana keluarga.
Sejak kebijakan pemberhentian sementara masa tugas itu resmi diputuskan oleh Bawaslu RI, saya memilih tidak langsung menyampaikannya ke Panwaslu Kecamatan. Saya butuh waktu dua hari untuk membaca psikologis Panwaslu Kecamatan. Dialog dan diskusi di grup WhatsApp menjadi teropong untuk membacanya. Sampai akhirnya saya mengajak sahabat-sahabat Panwaslu Kecamatan mendiskusikan keputusan KPU RI yang dikaitkan tugas dan wewenang mereka. Cara itu ternyata cukup tepat. Mereka mulai memahami penundaan tahapan itu membawa konsekuensi terhadap keberadaanya.
“Meski pahit, kebenaran harus disampaikan. Sahabat-sahabat Pengawas ad hoc per 31 Maret 2020 harus berhenti sementara karena situasi penundaan tahapan. Kebijakan ini harus kita pahami dan dimaklumi sebagai dampak dari bencana wabah Covid-19,” ujarku menjelaskan.
Kebijakan itu kemudian kami perjelas melalui rapat koordinasi video conference dengan 16 Panwaslu Kecamatan. “Sahabat-sahabat, pahami bahwa ini semua keputusan terbaik. Jelaskan dengan baik kepada PKD. Anggap saja sahabat-sahabat diberikan kesempatan untuk jeda sejenak meningkatkan kapasitas dan kemampuan. Sampai nantinya tahapan pemilihan dilanjutkan, sahabat-sahabat sudah jauh memiliki kapasitas yang memadai dan mumpuni untuk mengawal demokrasi. Mari jaga silaturrahmi, jaga kesehatan diri dan keluarga. Semoga kita semua selamat dari wabah ini,” ujarku memungkasi rapat koordinasi virtual petang itu.