Karanganyar – Pelaksanaan Pilkada 2020 di Jawa Tengah telah usai dan diwarnai dengan kasus pelanggaran di beberapa daerah. Dalam pelaksanaan Pilkada 2020 terdapat beberapa perbuatan yang melakukan aktifitas menguntungkan ataupun merugikan pasangan calon.
Dalam Rapat Koordinasi Evaluasi Sentra Gakkumdu yang digelar di Karanganyar dibahas lebih mendalam tentang unsur tersebut, seperti yang tercantum dalam pasal 71 Undang Undang 10 Tahun 2016. Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota. Bagaimana unsur yang bisa melanggar larangan dalam pasal 71 yang dapat dikategorikan menguntungkan atau merugikan pasangan calon.
Pasal 71 Ayat 3 menyebutkan,
_”Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih”_
Dalam kesempatan ini, Pujiono selaku pakar hukum pidana dari Fakultas Hukum Undip menyatakan, pada Pasal 71 ayat (3) UU 10 Tahun 2016 jika unsur menguntungkan atau merugikan hanya merujuk pada hasil perolehan suara maka itu dilihat secara post factum yaitu perbuatan yang dilakukan berdampak langsung terhadap hasil perolehan suara.
Namun unsur menguntungkan atau merugikan harus dilihat secara ante factum yaitu perbuatan yang dilakukan berdampak secara umum yang mungkin dapat mempengaruhi hasil perolehan suara.
“Artinya, pasal ini dapat diterapkan jika memang sudah terbukti ada yang diuntungkan atau dirugikan. Akan tetapi unsur menguntungkan atau merugikan tidak harus merujuk pada hasil perolehan suara, namun dapat merujuk pada memfasilitasi/fasilitas,” ungkap Pujiono.
Selain itu, Pujiono juga mencermati pada frasa waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon menunjukkan bahwa dalam Pilkada 2020 pasal ini mulai berlaku pada bulan Maret 2020 dikarenakan penetapan Pasangan Calon dilakukan pada bulan September 2020.
“Harusnya unsur salah satu pasangan calon lebih tepat diubah menjadi unsur salah satu bakal pasangan calon agar frasa waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon dapat diterapkan,” imbuh Pujiono.
Menurutnya, pasal dalam Undang-Undang juga harus dapat dicermati secara sosiologis atau historis. Sosioligis yang berarti mempertimbangkan maksud dan tujuan dari Undang-Undang. Sedangkan historis mempertimbangkan sejarah Undang-Undang tersebut dibuat.
Pasal 71 ayat (3) UU 10 Tahun 2016 diatur dalam rangka untuk memberikan kepastian agar Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota tidak membuat tindakan yang menguntungkan karena hal tersebut sangat berpotensi terjadi khususnya bagi petahana.
“Secara sosiologis maka unsur menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon, dimaksudkan adalah menguntungkan atau merugikan salah satu bakal pasangan calon” tegas Pujiono.
Undang-Undang pemilihan bukan hanya persoalan administrasi namun praktek pidana juga terdapat pasal yang multitafsir. Maka dari itu, Pujino berharap bahwa diskusi ini dapat menjadi pemantik jajaran Bawaslu serta stake holder kepemiluan untuk lebih cermat dalam memaknai Undang-Undang, sehingga proses penanganan pelanggaran akan lebih efektif dan tegas ke depan.
Penulis : Yusuf
Foto : Arsyan
Editor : Humas Bawaslu Jateng